Rabu, 23 Maret 2011

Pemetaan Bisnis Proses Psikoterapi ke dalam Desain Awal Sistem Informasi


Kasus I : Gangguan Kecemasan Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)

1.    1.  Pendekatan
Tahapan awal dilaksanakan dengan tujuan untuk menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat langsung dalam proses konseling dan terapi, dan dapat menumbuhkan adanya kepercayaan, keyakinan, dengan didasari atas keterbukaan dan kejujuran atas semua pernyataan klien dan konselor dalam proses terapi. Pada tahap ini diharapkan akan terjalin hubungan ketergantungan pada terapis, yaitu bagaimana terapis menggunakan dirinya sebagai sosok pribadi yang dapat dijadikan contoh.


2.      2.. Menggali informasi dari subjek
Terapis harus mengetahui dengan jelas latar belakang klien dan apa yang menjadikan permasalahan serta sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Terapis harus mengetahui kondisi perjalanan klien dan kondisi klien sendiri, alasan kedatangan klien, kegiatan-kegiatan rutin klien dan kebiasaan yang diminati klien, kondisi keluarga klien.
Dan kita juga berusaha mencari data masalah yang dihadapi klien sehingga kita dapat memahami apa-apa yang dialami klien dan kesulitan masalah yang dihadapinya. Dan mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah, seperti pengalaman yang dialami pada sebelum dan setelah mengalami masalah, dan penilaian tentang dirinya dan penilaian tentang kondisi lingkungan yang berhubungan dengan masalah yang dialami.

3.      3. Memilih Terapi yang Tepat
Pada tahap ini, memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah, disini diharapkan klien sendiri yang memilihnya. Terapi apa yang ingin dipilih oleh klien. Setelah beberapa alternatif pemecahan masalah klien terkumpul, kemudian dilakukan pengujian pada setiap alternatif tersebut. Setelah jelas berbagai masalah terkumpul, kemudian mengambil dan menetapkan pemecahan masalah yang mana akan dipilih untuk dilaksanakan.
Berdasarkan informasi yang diberikan klien, klien mengalami gangguan kecemasan menyeluruh, yang setiap hari hidupnya dalam keadaan tegang, penderita merasa serba salah atau khawatir serta cenderung memberi reaksi berlebihan terhadap stress yang ringan. Keluhan fisik yang muncul adalah tidak tenang, tidur terganggu, kelelahan, sakit kepala, pening, dan jantung yang berdebar-debar. Maka terapi yang tepat adalah dengan terapi Psikoanalisis dimana tujuan terapi ini adalah menyadarkan individu dari konflik yang tidak disadari serta mekanisme pertahanan yang digunakan untuk mengendalikan kecemasan. Teknik dari terapi yang dilakukan adalah teknik Asosiasi Bebas. Terapis meminta klien agar membersihkan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran.

4.      4. Pelaksanaan Terapi
Cara yang khas pada terapi ini adalah dengan mempersilahkan klien berbaring di atas balai-balai sementara terapis duduk di belakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asoaiasinya mengalir dengan bebas. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu. Terapi Psikoanalisis bersifat intensif dan panjang lebar. Terapis dan klien umumnya bertemu selama 50 menit beberapa kali dalam seminggu sampai beberapa tahun dan dilakukan pembatasan waktu dan penjadwalan waktu yang tidak terlalu sering.

5.     5.  Evaluasi
Tahapan ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengadakan penilaian terhadap keefektifan proses bantuan terapi dan penentuan kegiatan tindak lanjutnya. Tahap ini adalah tahap yang apakah tujuan terapi ini telah terpenuhi dan apakah hasil dari terapi ini sudah didapat. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap evaluasi. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan record dari klien sebelumnya dan kemajuan apa yang terjadi setelah klien melakukan terapi.
Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, yaitu :
-          Harapan awal : terapi berhasil atau klien dapat menghilangkan gangguan kecemasan yang dihadapinya.
-          Setelah dilakukan terapi, subjek dapat mengurangi perilaku-perilaku yang menunjukkan adanya kecemasan.

Kasus II : Gangguan Tidur Insomnia

1.      Pendekatan
Tahapan awal dilaksanakan dengan tujuan untuk menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat langsung dalam proses konseling dan terapi, dan dapat menumbuhkan adanya kepercayaan, keyakinan, dengan didasari atas keterbukaan dan kejujuran atas semua pernyataan klien dan terapis dalam proses terapi. Pada tahap ini diharapkan akan terjalin hubungan ketergantungan pada terapis, yaitu bagaimana terapis menggunakan dirinya sebagai sosok pribadi yang dapat dijadikan contoh.

2.      Menggali informasi dari subjek
Terapis harus mengetahui dengan jelas latar belakang klien dan apa yang menjadikan permasalahan serta sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Terapis harus mengetahui kondisi perjalanan klien dan kondisi klien sendiri, alasan kedatangan klien, kegiatan-kegiatan rutin klien dan kebiasaan yang diminati klien, kondisi keluarga klien.
Dan kita juga berusaha mencari data masalah yang dihadapi klien sehingga kita dapat memahami apa-apa yang dialami klien dan kesulitan masalah yang dihadapinya. Dan mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah, seperti pengalaman yang dialami pada sebelum dan setelah mengalami masalah, dan penilaian tentang dirinya dan penilaian tentang kondisi lingkungan yang berhubungan dengan masalah yang dialami.

3.      Memilih Terapi yang Tepat
Pada tahap ini, memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah, disini diharapkan klien sendiri yang memilihnya. Terapi apa yang ingin dipilih oleh klien. Setelah beberapa alternatif pemecahan masalah klien terkumpul, kemudian dilakukan pengujian pada setiap alternatif tersebut. Setelah jelas berbagai masalah terkumpul, kemudian mengambil dan menetapkan pemecahan masalah yang mana akan dipilih untuk dilaksanakan.
Berdasarkan informasi yang diberikan klien, klien mengalami gangguan tidur yang dinamakan insomnia. Insomnia adalah gangguan tidur dimana seseorang kesulitan untuk tertidur, tetap tidur, atau mencapai tidur yang restoratif (tidur yang membuat orang merasa segar dan berenergi) dalam jangka waktu sebulan atau lebih. Maka terapi yang tepat adalah dengan terapi dengan teknik kognitif – behavioral.

4.      Pelaksanaan Terapi
Terapi dengan teknik kognitif – behavioral ini bertujuan untuk memperkuat hubungan antara tempat tidur dan tidur dengan sebisa mungkin membatasi aktivitas yang dihabiskan di tempat tidur untuk dapat tertidur. Biasanya, seseorang diinstruksikan untuk membatasi waktu yang dihabiskan di tempat tidur untuk mencoba tidur hanya dalam waktu 10 atau 20 menit. Jika masih tidak dapat tidur juga pada waktu yang diperkirakan, orang tersebut diinstruksikan untuk meninggalkan tempat tidur dan pergi ke ruangan lain untuk membangun kerangka berpikir yang santai sebelum kembali ke tempat tidur, seperti duduk diam, membaca, menonton televisi, atau mempraktikan latihan relaksasi.

5.      Evaluasi
Tahapan akhir ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengadakan penilaian terhadap keefektifan proses bantuan terapi dan penentuan kegiatan tindak lanjutnya. Tahap ini adalah tahap yang apakah tujuan terapi ini telah terpenuhi dan apakah hasil dari terapi ini sudah didapat. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap evaluasi. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan record dari klien sebelumnya dan kemajuan apa yang terjadi setelah klien melakukan terapi.
Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, yaitu :
-          Harapan awal : terapi berhasil atau klien dapat menghilangkan gangguan tidur insomnia  yang dihadapinya.
-          Setelah dilakukan terapi, subjek dapat mengurangi perilaku-perilaku yang menunjukkan adanya kecemasan.


Kasus III : Gangguan Kepribadian Paranoid (Paranoid Personality Disorder)

1.      Pendekatan
Tahapan awal dilaksanakan dengan tujuan untuk menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat langsung dalam proses konseling dan terapi, dan dapat menumbuhkan adanya kepercayaan, keyakinan, dengan didasari atas keterbukaan dan kejujuran atas semua pernyataan klien dan konselor dalam proses terapi. Pada tahap ini diharapkan akan terjalin hubungan ketergantungan pada terapis, yaitu bagaimana terapis menggunakan dirinya sebagai sosok pribadi yang dapat dijadikan contoh.

2.      Menggali informasi dari subjek
Terapis harus mengetahui dengan jelas latar belakang klien dan apa yang menjadikan permasalahan serta sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Terapis harus mengetahui kondisi perjalanan klien dan kondisi klien sendiri, alasan kedatangan klien, kegiatan-kegiatan rutin klien dan kebiasaan yang diminati klien, kondisi keluarga klien.
Dan kita juga berusaha mencari data masalah yang dihadapi klien sehingga kita dapat memahami apa-apa yang dialami klien dan kesulitan masalah yang dihadapinya. Dan mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah, seperti pengalaman yang dialami pada sebelum dan setelah mengalami masalah, dan penilaian tentang dirinya dan penilaian tentang kondisi lingkungan yang berhubungan dengan masalah yang dialami.

3.      Memilih Terapi yang Tepat
Pada tahap ini, memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah, disini diharapkan klien sendiri yang memilihnya. Terapi apa yang ingin dipilih oleh klien. Setelah beberapa alternatif pemecahan masalah klien terkumpul, kemudian dilakukan pengujian pada setiap alternatif tersebut. Setelah jelas berbagai masalah terkumpul, kemudian mengambil dan menetapkan pemecahan masalah yang mana akan dipilih untuk dilaksanakan.
Berdasarkan informasi yang diberikan klien, klien mengalami gangguan kepribadian paranoid, yaitu perasaan curiga yang pervasif dimana kecenderungan untuk menginterpretasi perilaku orang lain sebagai hal yang mengancam atau merendahkan. Orang dengan gangguan ini sangat tidak percaya pada orang lain, dan hubungan sosial mereka terganggu karenanya. Maka terapi yang tepat adalah terapi dengan teknik kognitif – behavioral .

4.      Pelaksanaan Terapi
Terapi dengan teknik kognitif – behavioral bertujuan untuk mendorong tingkah laku yang lebih adaptif, untuk mengembangkan keterampilan sosial yang lebih efektif, dan untuk menggantikan cara berpikir yang salah dengan alternatif rasional, dengan cara menggabungkan metode penanganan kognitif dan behavioral. Biasanya, seseorang diinstruksikan untuk membatasi waktu yang dihabiskan di tempat tidur untuk mencoba tidur hanya dalam waktu 10 atau 20 menit. Jika masih tidak dapat tidur juga pada waktu yang diperkirakan, orang tersebut diinstruksikan untuk meninggalkan tempat tidur dan pergi ke ruangan lain untuk membangun kerangka berpikir yang santai sebelum kembali ke tempat tidur, seperti duduk diam, membaca, menonton televisi, atau mempraktikan latihan relaksasi.

5.      Evaluasi
Tahapan akhir ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengadakan penilaian terhadap keefektifan proses bantuan terapi dan penentuan kegiatan tindak lanjutnya. Tahap ini adalah tahap yang apakah tujuan terapi ini telah terpenuhi dan apakah hasil dari terapi ini sudah didapat. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap evaluasi. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan record dari klien sebelumnya dan kemajuan apa yang terjadi setelah klien melakukan terapi.
            Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, yaitu :
-          Harapan awal : terapi berhasil atau klien dapat menghilangkan gangguan kepribadian yang dihadapinya.
-          Setelah dilakukan terapi, subjek dapat mengurangi perilaku-perilaku yang menunjukkan adanya kecemasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar